"Welcome in the Revolution"

selamat datang bagi siapa saja yang mengujungi blog ini, terbuka untuk siapa saja. kritik dan Saran Layangkan ke : (arfa_revolusi@yahoo.co.id). thanks....
Saiya bukan Dewa, apalagi Tuhan, jadi Hujat dan kritik saya!!

Wednesday, May 21, 2008

Tentang Hubungan Antara Pengetahuan Dan Praktek

Antara Mengetahui Dan Melakukan Sesuatu

Oleh : Mao Tse-Tung

Sebelum Marx, aliran materialisme telah mempelajari persoa­lan-persoalan pengetahuan secara terpisah dari sifat sosial manusia dan perkembangan historisnya; dengan demikian, ia tidak mampu untuk memahami betapa tergantungnya pengetahuan kepada praktek sosial; yaitu, ketergantungan pengetahuan terhadap proses produksi dan perjuangan kelas.

Diatas segalanya, kaum Marxis selalu memandang aktivitas manusia dalam proses produksi sebagai aktivitas praktikal yang paling mendasar, sebagai faktor yang paling menentukan dari semua aktivitasnya yang lain. Pengetahuan manusia pada dasarnya sangat bergantung kepada aktivitasnya dalam proses produksi material, yang mana secara perlahan ia mulai memahami setiap gejala (fenomena), sifat-sifat dan hukum-hukum alam semesta, serta hubungan dirinya sendiri dengan alam sekitarnya; dan, melalui aktivitasnya dalam proses produksi dalam berbagai tingkatan, ia juga mulai memahami hubungan-hubungan tertentu yang ada antara manusia dengan manusia. Tak ada satupun pengetahuan manusia yang dapat diperoleh secara terpisah dari aktivitas produksi mereka.

Dalam masyarakat tanpa kelas, setiap orang sebagai anggota masyarakat, tergabung dalam satu tujuan bersama dengan anggota masyarakat yang lain, dan mereka memasuki hubungan-hubungan produksi tertentu yang ada diantara mereka serta terlibat bersama dalam proses produksi untuk mencukupi setiap kebutuhan-kebutuhan material mereka.

Dalam masyarakat berkelas, anggota-anggota masyarakat dari kelas-kelas sosial yang berbeda, dengan cara yang berbeda, juga memasuki hubungan-hubungan produksi tertentu dan terlibat dalam produksi untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan material mereka. Hal ini merupakan sumber utama berkembangnya pengetahuan manusia .

Praktek sosial manusia tidak hanya terbatas pada aktivitas mereka dalam proses produksi semata, tetapi banyak pula bentuk-bentuk lainnya seperti -- perjuangan kelas, kehidupan politik, pengejaran tujuan-tujuan artistik dan ilmiah; ringkasnya, sebagai mahluk sosial, manusia berpartisipasi dalam setiap wilayah praktek kehidupan masyarakat.

Jadi, dalam berbagai tingkatan, manusia menjadi tahu perbedaan dalam hubungan-hubungan yang terjadi diantara mereka, tidak cuma melalui kehidupan materialnya, melainkan juga melalui kehi­dupan politik dan kebudayaannya (yang mana keduanya sangat berkai­tan erat dengan kehidupan material).

Dari berbagai macam tipe praktek sosial tersebut, dalam satu hal, bias dari kelas-kelas penindas selalu mengaburkan pemahaman tentang sejarah dan, dalam hal yang lainnya, dikarenakan tingkat perkembangan produksi yang masih rendah membatasi pandangan dunia mereka.

Barulah dengan kemunculan kaum proletar modern bersamaan dengan kekuatan-kekuatan produksinya yang luar biasa (industri dalam skala yang besar) manusia mencapai kemampuan untuk memahami secara komprehensif pemahaman historis dari perkembangan masyara­kat dan merubah pengetahuan ini menjadi ilmu, ilmu yang bernama Marxisme.

Kaum Marxis percaya bahwa praktek sosial manusia itu sendiri adalah sebuah kriteria kebenaran pengetahuannya tentang dunia luar. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah, bahwa pengetahuan tersebut diuji kebenarannya sewaktu ia mencapai hasil-hasil yang diharapkan dalam proses praktek sosial (produksi material, per­juangan kelas dan eksperimen ilmiah). Jika seseorang ingin berha­sil, yaitu, hasil yang diharapkan sebelumnya, ia harus membuat gagasan-gagasannya itu sesuai (korespondensi) dengan hukum-hukum dari dunia luar yang obyektif; jika ia tidak mengalami kesesuaian (korespondesi), mereka akan gagal dalam tindakan prakteknya. Setelah mereka mengalami kegagalan, menarik kesimpulan dari pelajaran-pelajaran yang ia peroleh, kemudian memperbaiki gaga­sannya tersebut agar sesuai dengan hukum-hukum dari dunia ek­sternal yang kemudian akan merubah kegagalannya menjadi suatu keberhasilan; inilah yang dimaksudkan dengan makna dari "kegaga­lan adalah bunda dari keberhasilan" dan "jatuh terperosok dalam sebuah lubang adalah sebuah tambahan bagi kebijakan anda".

Teori pengetahuan dari kaum materialis-dielektis menempatkan praktek dalam posisinya yang utama, yaitu bahwa pengetahuan manusia dalam cara apapun tidak dapat dipisahkan dari praktek dan menolak setiap kesalahan-kesalahan teoritis yang mengabaikan pen­tingnya praktek atau memisahkan pengetahuan dari praktek. Jadi, seperti yang telah dikatakan oleh Lenin, "Praktek adalah lebih tinggi dibandingkan pengetahuan(teoritis),dikarenakan hal ter­sebut bukan cuma martabat universalitas, tetapi juga merupakan aktualitas yang utama."

(V.I. Lenin, "Conspectual Hegel' The Science of Logic", Collected works, Russ. ed., Moscow, 1958, Vol. XXXVIII, p. 205.)

Filsafat Materialisme-Dialektis dari kaum Marxis memiliki dua ciri yang utama. Pertama adalah sifat kelasnya; yang secara terbuka mengakui bahwa filsafat materialisme-dialektis bertujuan untuk melayani kepentingan kelas proletariat. Yang kedua adalah sifat prakteknya; yaitu menekankan ketergantungan teori kepada praktek, menekankan bahwa teori berdasarkan pada praktek dan kemudian melayani praktek. Kebenaran setiap pengetahuan atau teori ditentukan bukan oleh perasaan-perasaan subyektif, tetapi oleh hasil-hasil obyektif dari praktek sosial. Hanya praktek sosial-lah yang dapat menjadi kriteria kebenaran. Titik tolak ter­hadap praktek adalah titik tolak yang mendasar dan utama dalam teori pengetahuan kaum materialis-dialektis (Lihat Karl Marx, "Thesis of Feurbach", Karl Marx and Freder­ich Engels, Selected Works two volumes, Eng. ed., FLPH, Moscow, 1958, Voì II, p. 403, and V.I. Lenin, Materialisme and Empirio-Criticism, Eng. ed., FLPH, Moscow, 1952, pp. 136-42). Namun, bagaimanakah pengetahuan manusia yang lahir dari praktek dan pada gilirannya kemudian melayani praktek? Hal ini akan menjadi jelas jika kita memperhatikan proses perkembangan pengetahuan. Dalam praktek, manusia pada awalnya hanya melihat sisi gejala (fenomena), yaitu aspek yang terpisah dan merupakan hubungan-hubungan eksternal dari segala sesuatu (things). Sebagai contoh, beberapa orang asing mengunjungi Yenan dalam perjalanan penelitian. Pada hari-hari pertama atau kedua, mereka melihat topografi, jalanan, perumahan; mereka menjumpai banyak orang, menghadiri perjamuan, pesta petang hari dan pertemuan umum, men­dengar perkataan tentang berbagai macam hal dan membaca berbagai dokumen, kesemuanya itu adalah fenomena, aspek yang terpisah dan merupakan hubungan-hubungan eksternal dari segala sesuatu (things). Hal ini disebut dengan tahapan penglihatan (perseptual) dari kognisi, yaitu, tahapan dari persepsi inderawi dan kesan-kesan (impression). Kesemuanya itu, segala sesuatu yang khusus di Yenan memberi­kan penggaruh (act) terhadap organ-organ inderawi para anggota peneliti tersebut, membangkitkan persepsi-persepsi inderawi dan membuat otak mereka bekerja dengan mengumpulkan banyak sekali kesan-kesan dalam sketsa kasar dari hubungan-hubungan eksternal di antara kesan-kesan tersebut; hal ini merupakan tahapan pertama dari kognisi. Pada tahapan itu, manusia tidak atau belum dapat membentuk konsep-konsep yang mendalam, atau menarik kesimpulan-kesimpulan logis. Dikarenakan praktek sosial terus berlanjut, segala sesuatu yang memberikan rangsangan terhadap persepsi indra-indra dan kesan-kesan dalam diri manusia dalam rentang perjalanan praktekn­ya terus diulangi berkali-kali; kemudian suatu perubahan tiba-tiba (loncatan) terjadi di dalam otak dalam proses kognisi, dan konsep-konsep pun dibentuk. Konsep-konsep pada akhirnya bukan lagi suatu fenomena, aspek-aspek yang terpisah dan hubungan-hubungan eksternal dari segala suatu (things); konsep-konsep ter­sebut menjelaskan esensi (inti-pokok), totalitas dan hubungan-hubungan internal dari segala sesuatu. Antara konsep-konsep dan persepsi inderawi bukan saja terdapat suatu perbedaan kuantita­tif, melainkan juga perbedaan-perbedaan kualitatif. Lebih lanjut lagi, melalui sarana penilaian dan penyimpulan seseorang menjadi mampu untuk menarik kesimpulan-kesimpulan logis. Ekspresi dari _San Kuo Yen Yi_(Taleaotha Threa Kingdom) adalah novel kesejarahan cina yang termasyur yang dikarang oleh "Li Kuan Chung" sekitar akhir abad ke-14 dan awal ke-15 : "satukanlah kedua alis anda dan tipu daya muncul didalam pikiranmu" atau dalam bahasa sehari-hari "biarkan aku berpikir". Mengacu pada penggunaan konsep-konsep dalam otak manusia untuk membentujk penilaian dan kesimpulan. Hal ini adalah tahap kognisi tahap yang kedua.

Sewaktu para anggota peneliti tersebut mengumpulkan berbagai data dan lebih lanjut lagi,"telah memikirkan kesemuanya itu", baru mereka sanggup untuk sampai pada peneliaan bahwa "kebijakan partai komunis tentang front kesatuan nasional melawan Jepang benar-benar tulus, cermat dan menyeluruh". Setelah membuat penilaian seperti ini, jika mereka tulus tentang persatuan untuk menyelamatkan bangsa, mereka dapat melangkah lebih lanjut lagi dan menarik kesimpulan berikut, "Front Kesatuan Nasional Melawan Jepang telah berhasil".

Tahapan dari konsepsi,penilaian dan penyimpulan saperti ini adalah tahapan yang lebih penting lagi dalam proses mengetahui secara keseluruhan terhadap segala sesuatu (things), ini adalah tahapan pengetahuan yang rasional. Tugas utama dalam merngetahui adalah melalui persepsi untuk sampai pada pemikiran yang setahap demi setahap mampu untuk memahami secara menyeluruh tentang kontradiksi-kontradiksi internal dari sesuatu yang obyektif, tentang hukum-hukum dan hubungan-hubungan internal antara satu proses dengan proses yang lainnya, ringkasnya untuk sampai pada pengetahuan yang logis. Sekali lagi pengetahuan logis berbeda dari pengetahuan secara perseptual. Dalam artian, pengetahuan perseptual tetap bertahan pada aspek-aspek yang terpisah, yakni pada tingkat fenomena dan hubungan-hubungan eksternal dari segala sesuatu. Sedangkan pengetahuan logis mengambil langkah maju kedepan untuk mencapai totalitas, inti pokok persoalan dan hubungan-hubungan internal dari segala sesuatu serta menunjukkan kontradiksi terdalam dari dunia sekitar kita. Dengan demikian, pengetahuan logis harus mampu untuk menjelaskan perkembangan dunia sekitar kita dalam totalitasnya, dalam hubungan-hubungan internal dari segala aspek-aspeknya. Teori mengenai proses perkembangan pengetahuan dari kaum materialis-dialektis ini, mendasarkan dirinya sendiri pada praktek dan memulai dari yang dangkal sampai dengan kedalaman, belum pernah dikerjakan oleh siapapun sebelum munculnya Marxisme. Materialisme dari kaum marxis memecahkan dari persoalan ini secara tepat untuk pertama kalinya, mengungkapkan pendalaman pergerakan kognisi secara materialis dan dialektis, suatu pergerakan yang mana manusia didalam masyarakat bergerak maju dari pengetahuan perseptual kepada pengetahuan logis dengan segala kompleksitasnya, dan terus menerus membangkitkan kembali praktek produksi dan perjuangan kelas. Lenin pernah berkata "Abstraksi terhadap materi hukum alam, hukum alam, abstraksi tehadap nilai, dsb. Ringkasnya,seluruh abstraksi ilmiah (tepat, serius, tidak mengada-ada) mencerminkan alam lebih dalam, benar dan lengkap.

" V.I. Lenin, Conseptual Hegel - The science of logic . Collectea works, RUSS . ed . Moscow, 1959, Vol.XXXVIII hal. 161.

Marxisme-Leninisme percaya bahwa masing-masing dari kedua tahap tadi dalam proses kognisi memiliki karakteristiknya tersendiri, dengan pengetahuan menyatakan dirinya sendiri sebagai bersifat perseptual pada tingkatan yang lebih rendah dan logika pada tahapan yang lebih tinggi, tetapi keduanya adalah tahapan-tahapan dalam suatu proses kognisi yang padu. Pengetahuan perseptual dan rational secara kualitatif berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan, keduanya disatukan berdasarkan praktek. Praktek yang kita lakukan membuktikan bahwa apa yang ditangkap oleh indera tidak serta-merta dapat dipahami dan hanya apa yang telah dipahami dapat ditangkap secara mendalam oleh indera. Pemecahan kedua persoalan ini tidak dapat dipisahkan secara tajam dari praktek. Siapapun yang ingin mengetahui segala sesuatu, tidak dapat melakukan dengan cara lain lagi kecuali melakukan kontak yang lebih dekat lagi tehadap hal tersebut, yaitu dengan tinggal (mempraktekkan) dalam lingkungan tersebut. Dalam kondisi kehidupan masyarakat feodal, adalah tidak mungkin untuk mengetahui hukum-hukum masyarakat kapitalis lebih jauh lagi dikarenakan kapitalisme belum muncul, praktek yang relevan belumlah muncul. Marxisme hanyalah munkin berdasarkan produk dari masyarakat kapitalis. Marx, dalam massa kapitalisme pasar bebas (laissez-faire), tidak dapat secara konkrit mengetahui hukum-hukum tertentu yang khusus tentang masa imperalisme,didepan mata kita, dikarenakan imperalisme, tahapan terakhir dari kapitalisme, belumlah muncul, dan dengan demikian praktek yang relevan masih terabaikan, hanya Lenin dan Stalin yang dapat melakukan tugas ini.

Tanpa bermaksud mengabaikan kejeniusan mereka, alasan mengapa Marx, Lenin dan Stalin dapat mengerjakan teori-teori mereka pada dasarnya dikarenakan keterlibatan mereka secara personal dalam praktek perjuangan kelas serta pengalaman-pengalaman ilmiah dijaman mereka tanpa hal ini, tak ada seorang jeniuspun yang berhasil ucapannya " Tanpa melangkah keluar dari sangkar mereka, para sarjana mengetahui tahu segala sesuatu urusan-urusan dunia yang luas", hanyalah merupakan kata kosong di masa lampau sewaktu teknologi belum berkembang. Kendatipun perkataan tersebut bisa valid di abad ini berkat kemajuan teknologi, orang-orang yang memiliki pengetahuan secara personal adalah mereka yang terlibat dalam praktek terhadap dunia yang luas. Dan hal ini hanyalah ketika mareka menjadi "tahu" melalui praktek dan ketika pengetahuan dapat dicapai melalui penulisan dan teknologi media. Bahwa "para sarjana" dapat secara tidak langsung "tahu seluruh persoalan-persoalan dunia yang luas".

Jika anda ingin mengetahui sesuau secara pasti sesuatu kelas tertentu, anda harus secara pribadi berperan serta dalam perjuangan praktis untuk merubah realitas, untuk merubah segala sesuatu tersebut, dikarenakan hanya dengan demikianlah anda dapat berhubungan dengan mereka sebagai suatu fenomena, hanya melalui partisipasi pribadi dalam perjuangan praktis untuk merubah realitaslah anda dapat mengungkapkan esesnsi segala sesuatu atau kelas tersebut dan kemudian memahaminya secara. Inilah jalur untuk mencapai pengetahuan yang harus dilalui secara aktual oleh setiap orang, kendatipun beberapa orang dengan bersungguh-sungguh mengaburkannya dan menyatakan yang sebaliknya, kejujuran dan sifat yang rendah hati. Jika anda menginginkan pengetahuan, anda harus ikut serta dalam merubah realitas. Jika anda ingin mengetahui rasa buah pir, anda harus merubah buah pir tersebut dengan memakannya. Jika anda ingin sifat-sifat dan struktur atom, anda harus membuat eksperimen-exsperimen fisika dan kimia untuk merubah keberadaan atom. Jika anda ingin mengetahui teori dan metode-metode revolusi, anda harus ambil bagian dalam revolusi.

”Setiap pengetahuan yang sejati berasal dari pengalaman langsung. Tetapi kita tidak dapat memiliki semua pengalaman langsung; kita bisa melihat betapa kebanyakan dari pengetahuan kita berasal dari pengalaman tidak langsung, sebagai contoh, adalah pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu atau bangsa asing. Bagi nenek moyang kita atau bangsa asing, pengetahuan ter­sebut adalah suatu pengalaman langsung, dan pengetahuan ini dapat diandalkan jika dalam perjalanan pengalaman langsung mereka kebutuhan akan "abstraksi ilmiah", seperti yang telah diucapkan oleh Lenin, dipenuhi dan realitas obyektif direfleksikan secara ilmiah, kalau tidak begitu jelas tidak bisa kita andalkan. Dengan demikian, pengetahuan manusia terdiri dari dua bagian, yang berasal dari pengalaman langsung dan yang berasal dari pengalaman tidak langsug.

”Lebih lanjut lagi, apa yang merupakan pengalaman tidak langsung bagi saya adalah pengalaman langsung bagi orang lain. Sebagai akibatnya, setelah ditetapkan secar keseluruhan, pengeta­huan tentang apapun jenisnya adalah tidak dapat dipisahkan dari pengalaman langsung. Seluruh pengetahuan berasal dari persepsi dunia obyektif melalui organ-organ fisik manusia. Setiap orang yang menolak persepsi, menolak pengalaman langsung, menolak partisipasi secara personal dalam praktek yang merubah realitas bukanlah seorang materialis. Itulah sebabnya mengapa seorang yang tahu-segalanya" adalah menggelikan. Ada sebuah perkataan dari bangsa Cina, "Bagaimanakah engkau mampu menangkap seekor anak macan tanpa memasuki kandang macan?" Perkataan ini adalah benar bagi praktek manusia dan juga benar bagi teori pengetahuan. Tak akan pernah ada pengetahuan tanpa praktek. Untuk jelasnya, pergerakan kognisi dari kaum materialis-dialektis muncul berdasarkan praktek yang merubah realitas --untuk membuat jelas pergerakan yang mendalam secara perlahan-lahan dari kognisi--beberapa contoh kongkrit diberikan dibawah ini. Dalam pengetahuannya tentang masyarakat kapitalis, kaum proletar hanya berada dalam tahapan kognisi perseptual pada periode pertama prakteknya, sebuah periode penghancuran mesin dan perjuangan spontan; kaum proletar hanya mengetahui beberapa aspek eksternal dari hubungan-hubungan yang ada sebagai suatu fenomena kapitalisme. Oleh karena itu kaum proletar baru mencapai tahapan "kelas di dalam dirinya sendiri" (class in itself). Tetapi kemu­dian kaum proletar mencapai tahapan kedua dari prakteknya, yaitu periode perjuangan ekonomis dan politis secara sadar dan terorganisir, kaum proletar sanggup untuk memahami esensi dari masyara­kat kapitalis yaitu suatu hubungan yang bersifat eksploitatif antara kelas-kelas sosial dan kaum proletar mulai memahami tugas kesejarahannya. Kemampuan mereka tersebut dikarenakan praktek yang mereka lakukan sendiri dan dikarenakan pengalaman yang diperoleh dari perjuangan yang panjang, yang mana dirumuskan secara ilmiah oleh Marx dan Engels dengan keaneka-ragamannya untuk menciptakan teori Marxisme dan dijadikan pendidikan kaum prole­tar. Dari situlah kemudian kelas proletar menjadi suatu "kelas bagi dirinya sendiri".

Sama halnya dengan pengetahuan bangsa Cina tentang imperial­isme. Tahapan pertama masih berupa pengetahuan yang dangkal, perseptual, seperti yang ditunjukan dalam perjuangan anti bangsa asing yaitu Pergerakan Kerajaan Surga Taiping, Pergerakan Yi Ho Tuan, dsb. Barulah pada tahapan kedua bangsa Cina mencapai penge­tahuan yang rasional, mampu melihat kontradiksi-kontradiksi internal dan eksternal dari imperialisme dan melihat kebenaran utama bahwa imperialisme ternyata telah bersekutu dengan kaum komprador Cina dan penguasa kelas-kelas feodal untuk menindas dan memeras sejumlah besar rakyat Cina. Pengetahuan ini mulai pada saat Pergerakan bulan Mei tahun 1919 (May 4th Movement).

Kemudian, mari kita perhatikan peperangan. Jika mereka yang memimpin peperangan tidak memiliki cukup pengalaman tentang perang, maka pada tahapan tertentu mereka tidak akan mengerti hukum-hukum terdalam yang bersinggungan dengan pengarahan perang yang khusus (seperti Perang Revolusioner Agraria pada dekade yang lalu). Pada tahapan tertentu mereka hanya akan semata-mata mengalami sejumlah pertempuran, dan terlebih-lebih, akan mengala­mi kekalahan. Tetapi pengalaman tersebut (pengalaman kalah dan menang dalam pertempuran) membuat mereka mampu untuk memahami jaringan terdalam dari keseluruhan pertempuran, yaitu, hukum-hukum dari perang khusus, dan untuk memahami strategi dan taktik, dan sebagai akibatnya untuk mengarahkan peertempuran dengan penuh keyakinan. Jika, pada suatu ketika, komando dialihkan kepada seseorang yang tidak berpengalaman, maka ia pun akan mengalami sejumlah kekalahan (mengumpulkan pengalaman) sebelum mampu meman­dang dengan jernih hukum sejati dari perang.

“Saya tidak yakin saya dapat menangani hal ini." Kita sering mendengar sewaktu seorang kamerad bimbang untuk menerima tugas. Mengapa ia tidak yakin dengan dirinya sendiri? Dikarenakan ia tidak memiliki pemahaman yang sistematis terhadap isi dan ruang lingkup tugasnya, atau dikarenakan ia memiliki sedikit atau tidak pernah sama sekali kontak dengan perkerjaaan semacam itu, dan dengan demikian juga hukum-hukum yang mengatur kesemuanya itu berada diluar kendali dirinya. Setelah analisis yang mendetail terhadap sifat dan ruang lingkup dari penugasannya, ia akan merasa lebih yakin akan dirinya sendiri dan melakukannya dengan senang hati. Jika ia menghabiskan sejumlah waktu dalam perker­jaannya dan memperoleh pengalaman dan jika ia adalah seorang yang memiliki kehendak untuk melihat persoalan-persoalan dengan kepala terbuka dan tidak subyektif, satu-segi dan dangkal dalam pendekatannya, maka ia akan mampu menarik kesimpulan-kesimpulan bagi dirinya sendiri yaitu dengan mengetahui bagaimana melakukan suatu pekerjaan dan mengerjakanya dengan penuh keberanian.

Hanya mereka yang secara subyektif, satu-segi dan dangkal dalam pendekatannya terhadap persoalan-persoalan yang akan mem­berikan perintah-perintah yang berpuas diri atau mengarahkan suatu moment yang mereka terima dari permukaan tanpa memperhati­kan kondisi sekitarnya, tanpa memandang segala sesuatu dalam totalitasnya (keberadaan kekinian dan historis mereka secara keseluruhan) dan tanpa mendapatkan inti persoalan (sifat dan hubungan-hubungan internal mereka antara sesuatu dengan yang lainnya). Orang seperti itu akan gagal dan tertipu.

Jadi, dapat kita mengerti bahwa langkah pertama dalam proses kognisi adalah hubungan langsung dengan obyek-obyek yang berasal dari dunia eksternal; hal tersebut diperoleh dari tahapan persep­si. Tahapan berikutnya adalah mensintesakan data-data yang dipe­roleh dari persepsi dengan menyusun dan merekonstruksinya kemba­li; ini adalah tahapan konsepsi, penilaian dan penyimpulan. Hanya ketika data persepsi yang kita peroleh sangat kaya (tidak frag­mentaris) dan bersesuaian dengan realitas (bukan ilusi) barulah mereka dapat menjadi dasar bagi pembentukan konsep-konsep dan teori-teori yang tepat. Dua persoalan penting perlu ditegaskan disini. Pertama, seperti yang telah dinyatakan sebelumnya tetapi harus diulang sekali lagi disini adalah ketergantungan pengetahuan rasional kepada pengetahuan perseptual (inderawi). Setiap orang yang brpikir bahwa pengetahuan rasional tidak harus bersumber pada pengetahuan perseptual (inderawi) adalah seorang idealis.

Dalam sejarah filsafat, terdapat suatu aliran "rasionallis" yang mengakui realitas hanya pada nalar dan bukan pada pengala­man, mempercayai bahwa nalar itu sendiri dapat dijadikan dasar pegangan sementara pengalaman inderawi tidak; aliran ini melaku­kan kesalahan dengan merubah segalanya secara terbalik. Penalaran dapat dijadikan pegangan dikarenakan nalar memiliki sumbernya dalam persepsi inderawi, kalau tidak hal tersebut hanyalah seperti air yang mengalir tanpa mata-air, pohon tanpa akar, subyektif, hasil-diri dan tidak dapat dipegang kebenarannya.

Sebagai suatu urutan dalam proses kognisi, pengalaman inder­awi muncul sebagai yang pertama; kita menekankan pentingnya makna praktek sosial dalam proses kognisi tepatnya dikarenakan praktek sosial itu sendiri yang dapat memberikan perkembangan bagi penge­tahuan manusia dan praktek sosial itu sendiri yang dapat menjadi titik tolak bagi manusia dalam memperoleh pengalaman inderawi dari dunia obyektif. Bagi seseorang yang menutup mata dan telin­ganya, memutuskan dirinya dari dunia obyektif tak akan ada sesua­tu yang dinamakan pengetahuan. Pengetahuan bermula dari pengala­man ini adalah teori pengetahuan aliran materialisme.

Faktor yang kedua adalah bahwa pengetahuan harus diperdalam, bahwa tahap pengetahuan inderawi harus dikembangkan menjadi tahapan yang rasional -- ini adalah dialektika dari teori penge­tahuan. Untuk memahami, adalah penting secara empiris untuk memaha­mi, studi, dan meningkat yang empiris yang universal. Dengan berpikir bahwa pengetahuan dapat berhenti pada tingkatan yang terendah, tahapan inderawi dan bahwa pengetahuan inderawi itu sendiri sudah mencukupi sementara pengetahuan ra­sional tidak berarti sama sekali, sama saja dengan mengulangi kesalahan historis dari "empirisme". Kesalahan teori ini adalah dalam pemahamannya bahwa, kendatipun data inderawi mencerminkan realitas tertentu dari dunia obyektif (disini saya tidak membi­carakan empirisme idealis yang membatasi pengalaman pada intro­speksi), mereka semua baru bersegi-satu dan dangkal, mencerminkan segala sesuatunya secara lengkap dan tidak mencerminkan esensinya.

Mencerminkan segala sesuatu dalam suatu totalitas, mencer­minkan esensi dan mencerminkan hukum-hukum inherennya, harus dilakukan melalui kerja pemikiran dengan membentuk kembali data inderawi yang kaya tersebut, memilah yang tidak perlu dan memilih esensinya, menghapuskan kesalahan dan mempertahankan yang benar, diawali dari yang satu ke yang lainnya dan dari luar ke dalam, dengan maksud untuk membentuk suatu sistem teori-teori dan kon­sep-konsep -- haruslah membuat lompatan dari pengetahuan inderawi menuju pengetahuan rasional.

Pengetahuan yang telah dibentuk kembali tersebut tidak lebih hampa atau tidak lebih layak; sebaliknya, apapun yang telah dibentuk kembali secara ilmiah dalam proses kognisi, dengan ber­dasarkan pada praktek, atau mencerminkan realitas obyektif dengan lebih mendalam, benar dan menyeluruh, seperti yang pernahdikata­kan oleh Lenin. Bertentangan dengan ini, "manusia-praktek" yang vulgar menghargai pengalaman dan mengabaikan teori, dan dengan demikian tidak mampu memiliki pandangan yang komprehensif dari keseluruhan proses obyektif, kehilangan arah yang jelas dan perspektif jangka panjang, puas terhadap keberhasilan sementara dan memiliki pandangan yang sekilas terhadap kebenaran. Jika orang seperti itu mengarahkan revolusi, mereka akan membawanya menuju lembah yang gelap.

Pengetahuan rasional tergantung pada pengetahuan inderawi dan pengetahuan inderawi tetap harus ditingkatkan menjadi penge­tahuan yang rasional -- inilah teori pengetahuan kaum materialis-dialektis. Dalam filsafat, baik "rasionalisme" atau "empirisme" tidak mampu memahami sifat kesejarahan atau perkembangan dialek­tis dari pengetahuan, dan kendatipun masing-masing aliran ini mengandung pula satu aspek kebenaran (disini saya mengacu pada kaum materialis, bukan pada kaum idealis, rasionalis dan empiris), keduanya memiliki kesalahan tentang teori pengetahuan secara keseluruhan. Pergerakan materialis-dialektis dari penge­tahuan, dari indrawi menuju penalaran memiliki ketepatan dalam proses kognisi yang kecil (sebagai contoh, mengetahui suatu hal dan tugas yang tunggal) sebagaimana pula dengan proses kognisi yang besar (sebagai contoh, mengetahui seluruh masyarakat dan revolusi).

Tetapi pergerakan pengetahuan tidak berhenti disini. Jika pergerakan materialis-dialektis tentang pengetahuan berhenti pada pengetahuan rasional, baru setengah persoalan yang telah di-selesaikan. Dan sejauh filsafat Marxis diperhatikan, hanya seten­gah bagian penting yang telah diperhatikan Filsafat Marxis menyatakan bahwa persoalan yang paling utama tidak terletak hanya sekedar pada pemahaman hukum-hukum obyektif tentang dunia dan dengan demikian mampu menjelaskannya, tetapi dalam menerapkan pengetahuan akan hukum-hukum tersebut secara aktif untuk merubah dunia. Dari titik tolak kaum Marxis, teori adalah penting, dan makna pentingnya dinyatakan secara penuh oleh Lenin,Tanpa Marxisme pengetahuan teori revolusioner tak akan pernah muncul pergerakan yang revolusioner V.I. Lenin, menekankan pentingnya teori dikarenakan ia akan membimbing tin­dakan kita. Jika kita memiliki teori yang tepat tetapi hanya sekedar mengoceh tentangnya, menghapalkannya semata dan tidak meletakannya pada praktek, maka teori tersebut, kendatipun baik, menjadi tidak berarti.

Pengetahuan dimulai hanya dengan praktek, dan pengetahuan teoritis diperoleh melalui praktek dan kemudian harus dikembali­kan pada praktek. Fungsi aktif dari pengetahuan menyatakan dirinya sendiri tidak hanya dalam loncatan dari pengetahuan in­derawi menuju pengatahuan rasional, tetapi -- dan hal ini sangat penting sekali -- pengetahuan tersebut harus menyatakan dirinya sendiri dalam lompatan dari pengetahuan rasional menjadi praktek revolusioner.

Pengetahuan yang menerangkan hukum-hukum dunia, harus diar­ahkan lagi kepada praktek merubah dunia, harus diterapkan lagi dalam praktek produksi, dalam praktek revolusioner perjuangan kelas dan perjuangan nasional yang revolusioner serta dalam praktek eksperimen ilmiah. Ini merupakan proses pengujian dan pengembangan teori, kelanjutan dari keseluruhan proses kognisi. Persoalan-persoalan apakah teori sesuai dengan realitas obyektif bukan dan tidak dipecahkan dalam pergerakan pengetahuan dari inderawi menuju rasional seperti yang telah disebutkan diatas. Satu-satunya cara untuk memecahkan persoalan ini secara lengkap adalah dengan mengarahkan kembali pengetahuan rasional kepada praktek sosial, menerapkan teori pada praktek dan melihat apakah teori tersebut dapat mencapai hasil-hasil obyektif seperti yang ada di dalam pikiran. Banyak sekali teori-teori ilmu alam dipandang benar bukan dikarenakan kesemuanya itu diperlakukan begitu ketika teori tersebut muncul dari kalangan ilmuwan alam, melainkan dikarenakan teori-teori tersebut telah diuji dalam praktek-praktek ilmiah yang terus menerus. Sama halnya dengan Marxisme-Leninisme, yang dianggap benar dikarenakan bukan karena teori tersebut ditetapkan begitu saja ketika dibentuk secara ilmiah oleh Marx, Engels, Lenin dan Stalin, tetapi dikarenakan teori-teori tersebut telah diuji dalam dalam praktek perjuangan kelas dan perjuangan nasional yang revolusioner secara terus menerus.

Materialisme-dialektik secara universal benar dikarenakan adalah tidak mungkin bagi siapapun untuk keluar dari wilayah ter­sebut dalam praktek yang ia lakukan. Sejarah pengetahuan umat manusia mengatakan pada kita bahwa kebenaran dari banyak sekali teori masih belum lengkap, dan ketidak-lengkapan ini hanya dapat disembuhkan melalui praktek. Banyak sekali teori-teori yang salah, dan hanya melalui praktek kesalahan mereka diperbaiki itulah jawaban mengapa praktek adalah kriteria kebenaran dan men­gapa titik tolak kehidupan, praktek, harus menjadi yang utama dan mendasar dalam teori pengetahuan V.I. Lenin, Materialism and Empirio-Criticism FLPH Stalin telah mengata­kannya dengan baik, teori menjadi tidak berarti jika tidak dihubungkan dengan praktek revolusioner, seperti halnya praktek hanya akan meraba-raba dalam tempat yang gelap apabila tidak diterangi oleh teori revolusioner J.V. Stalin., "The Foundation of Leninism" Problem Leninism_, Eng. ed., FLPH, Moscow, 1954,

Kapankah kita sampai pada titik ini, apakah pergerakan pen­getahuan telah menjadi lengkap? Jawaban kita adalah: ya dan belum. Sewaktu manusia di dalam masyarakat membawa diri mereka dalam praktek merubah suatu proses obyektif tertentu (apakah alamiah atau natural), pada tahapan tertentu perkembangannya mereka dapat, sebagai hasil dari refleksi proses obyektif dalam otak mereka dan melakukan aktivitas subyektif mereka, meningkat­kan pengetahuan mereka dari yang bersifat inderawi menjadi ra­sional, dan menciptakan gagasan-gagasan, teori, rencana, atau program-program yang berkesesuaian secara umum dengan hukum-hukum proses obyektif tersebut.

Mereka kemudian menerapkan gagasan-gagasan tersebut, teori-teori, rencana-rencana dan program-program dalam praktek dalam proses obyektif yang sama. Dan apabila mereka dapat merealisasi­kan tujuan-tujuan yang ada dalam pikiran mereka, yaitu, jika dalam proses praktek yang sama mereka dapat menterjemahkan , atau dalam keseluruhan terjemahan, gagasan-gagasan yang sebelumnya dibentuk, teori, rencana, program-program menjadi fakta, maka pergerakan pengetahuan mungkin dapat ditetapkan semakin lengkap dengan memandang proses-proses khusus tersebut.

Dalam proses perubahan alam, sebagai contoh adalah rencana perekayasaan (engineering), pengujian hipotesis-hipotesis ilmiah, manufaktur atau menuai tanaman; atau dalam proses perubahan masyarakat, ambillah contoh kemenangan pemogokkan, kemenangan peperangan atau pencapaian target rencana pendidikan. Kesemuanya itu dapat ditetapkan sebagai realisasi dari tujuan-tujuan yang dimiliki seseorang di kepalanya.

Tetapi secara umum, baik itu dalam praktek merubah alam atau masyarakat, gagasan-gagasan asli manusia, teori-teori, rencana, program-program jarang sekali terealisasi tanpa mengalami suatu perubahan. Hal ini dikarenakan orang-orang yang terlibat dalam perubahan realitas tersebut menjadi subyek dari sejumlah keterba­tasan-keterbatasan. Mereka dibatasi tidak hanya oleh kondisi-kondsi ilmiah dan teknologi tetapi juga oleh perkembangan proses obyektif itu sendiri dan tingkat sampai dimana proses obyektif ini menyatakan dirinya (aspek-aspek dan esensi dari proses obyek­tif belum semuanya terungkap). Dalam suatu situasi, gagasan-gagasan, teori-teori, rencana-rencana atau program-program biasanya berubah baik secara kese­luruhan maupun sebagian, dikarenakan penemuan-penemuan dari ling­kungan yang tak terduga dalam perjalanan praktek. Begitulah seperti yang sering diucapkan. Seringkali terjadi gagasan-gagasan orisinil, teori-teori, rencana-rencana, program-program gagal un­tuk bersesuaian dengan dengan realitas baik secara keseluruhan maupun secara parsial dan tidak tepat secara keseluruhan dan par­sial. Dalam banyak contoh, kegagalan harus diulang berkali-kali sebelum kesalahan dalam pengetahuan diperbaiki dan bersesuaian dengan hukum-hukum dari proses obyektif yang diperoleh, dan sebagai akibatnya sebelum faktor subyektif dapat dirubah menjadi obyektif, atau dengan kata lain, sebelum hasil-hasil yang dihar­apkan tercapai dalam praktek. Tetapi, ketika titik tersebut tercapai, tak persoalan bagaimana, pergerakan pengetahuan manusia dengan memandang proses-proses obyektif tertentu pada tahapan tertentu perkembangannya mungkin dapat ditentukan secara lengkap.

Bagaimanapun juga, sejauh gerak maju proses tersebut diper­hatikan, pengetahuan manusia ternyata belum mencapai titik akhir. Setiap proses, apakah itu terjadi di alam semesta maupun dalam masyarakat, bergerak maju dan berkembang dikarenakan oleh per­juangan dan kontradiksi internalnya, dan pergerakan pengetahuan manusia sudah seharusnya mengalami kemajuan dan berkembang ber­samaan pula. Sejauh kita memperhatikan pergerakan-pergerakan sosial, pemimpin revolusioner yang sejati tidak hanya baik den­gan sekedar memperbaiki kesalahan-kesalahan gagasan, teori-teori, rencana-rencana atau program-program mereka ketika kesalahan ditemukan seperti yang telah disebutkan diatas; tetapi, sewaktu suatu proses obyektif tertentu segera bergerak maju dan berubah dari satu tahap perkembangan ke yang lainnya, mereka harus juga baik dalam membuat diri mereka dan seluruh kawan-kawannya yang revolusioner bergerak maju dan berubah dalam pengetahuan subyek­tif mereka bersamaan dengan proses tersebut, yaitu, mereka harus menjamin bahwa tugas-tugas revolusioner baru yang diajukan dan program-program kerja yang baru harus bersesuaian dengan peruba­han-perubahan baru dalam situasi yang mereka hadapi.

Dalam periode yang revolusioner perubahan-perubahan situasi terjadi dengan cepat; jika pengetahuan kaum yang revolusioner tidak berubah dengan cepat pula sehubungan dengan situasi yang berubah, mereka tidak akan mampu untuk memimpin revolusi menuju kemenangan.

Bagaimanapun, seringkali terjadi, bahwa pemikiran tertinggal dibelakang realitas; hal ini dikarenakan kognisi manusia dibatasi oleh sejumlah besar kondisi-kondisi sosial mereka. Kita menentang sifat-sifat keras kepala dalam jajaran revolusioner yang pemikir­annya gagal untuk mengikuti gerak maju dengan perubahan kondisi lingkungan yang obyektif dan telah menyatakan dirinya sendiri secara historis sebagai oportunisme Kanan. Orang-orang ini gagal untuk melihat bahwa perjuangan yang saling bertentangan segera menekan proses-proses obyektif untuk terus maju,yang mana pada saat yang bersamaan pengetahuan mereka telah berhenti pada titik yang usang. Ini adalah ciri-ciri dari pemikiran yang bersifat keras kepala. Pemikiran mereka diceraikan dari praktek sosial, dan mereka tidak mampu bergerak maju unuk membimbing kendaraan perang masyarakat; secara sederhana mereka terjebak di belakang menggerutu bahwa kesemuanya berjalan terlalul cepat dan mencoba untuk menariknya kebelakang atau merubahnya ke arah yang berlawa­nan. Kita juga menentang setiap fraseologi dari kaum "Kiri". Pemikiran "kaum kiri" ini melebihi tahapan perkembangan yang ada dari proses yang obyektif; beberapa memandang fantasi-fantasi mereka sebagai kebenaran, sementara yang lainnya tetap bertahan pada cita-cita yang ingin segera direalisasikan yang mana pada dasarnya cita-cita tersebut hanya dapat diterapkan di masa yang akan datang. Mereka mengasingkan diri mereka sendiri dari praktek sekarang ini yang dilakukan oleh mayoritas orang dan dari reali­tas kekinian serta menempatkan diri mereka sendiri sebagai advon­turir dalam tindakannya.Idealisme dan materialisme mekanis, oportunisme dan adven­turirisme, kesemuanya itu dicirikan oleh pemutusan antara aspek subyektif dengan aspek obyektif, dengan pemisahan antara pengeta­huan dan praktek. Teori pengetahuan kaum Marxis-Leninis, menciri­kan dirinya oleh praktek sosial yang ilmiah, tidak dapat tetapi dengan tegas menentang ideologi-ideologi yang salah tersebut. Kaum Marxis menyadari bahwa dalam proses perkembangan semesta yang umum dan absolut, perkembangan masing-masing aspek yang partikular adalah relatif, dengan demikian, berada dalam gelom­bang yang tak pernah berhenti dari kebenaran absolut.Pengetahuan manusia tentang proses-proses partikular pada tahapan tertentu perkembangannya hanyalah sebuah kebenaran yang relatif. Jumlah total dari kebenaran-kebenaran relatif yang tak terhingga memben­tuk kebenaran absolut.”Lihat V.I. Lenin, "Materialism and Empirio-Criticismed”., FLPH, Moscow, 1952, hal. 129-36. Perkembangan dari proses-proses obyektif penuh dengan pertentangan dan kontradiksi, dan demikian pula dengan perkembangan pengetahuan manusia. Semua pergerakan dia­lektis dari dunia obyektif cepat atau lambat dapat dicerminkan dalam pengetahuan manusia.

Dalam praktek sosial, proses menjadi, berkembang dan menghi­lang adalah tak terhingga, demikian pula dengan pengetahuan. Dikarenakan praktek manusia yang merubah realiltas berada dalam suatu kesesuaian dengan gagasan-gagasan , teori-teori, rencana-rencana serta program-program yang ada serta terus meningkat, pengetahuannya tentang realitas obyektif menjadi semakin menda­lam. Pergerakan perubahan di dalam dunia realitas yang obyektif tak akan pernah berakhir dan demikian pula dengan kognisi tentang kebenaran dalam diri manusia melalui praktek. Marxisme-Leninisme telah menghabiskan kebenaran tetapi tidak pernah berhenti untuk membuka jalan kepada pengetahuan tentang kebenaran dalam per­jalanan praktek. Kesimpulan kita adalah, suatu hal yang kongkrit, kesatuan historis dari aspek subyektif dan obyektif, teori dan praktek, mengetahui dan bertindak, dan kita akan selalu menentang segala ideologi-ideologi yang salah, baik itu "kiri" atau Kanan, yang diambil dari sejarah yang kongkrit.

Dalam perkembangan masyarakat sekaranag ini, tanggung jawab tentang ketepatan mengetahui dan merubah dunia telah ditempatkan oleh sejarah di atas pundak kaum proletar dan partai mereka Proses ini, praktek merubah dunia, yang ditentukan kemudian oleh pengetahuan ilmliah , segera mencapai momen-momen historisnya di dunia dan Cina, yaitu, suatu momen untuk menghancurkan kegelapan secara keseluruhan dari dunia dan dari Cina, serta untuk merubah dunia menjadi suatu dunia yang bercahaya seperti yang belum per­nah terjadi sebelumnya di dunia.

Perjuangan dari kaum proletar dan masyarakat yang revolu­sioner untuk merubah dunia mengandung tugas-tugas sebagai beri­kut: merubah dunia obyektif dan pada saat yang sama, dunia subyektif mereka sendiri --merubah kemampuan kognitif dasn merubah hubungan-hubngan dunia obyektif dan subyektif. Perubahan seperti itu telah terjadi di suatu tempat di bola bumi ini, yaitu di Uni Sovyet. Disana orang-orang sedang mendorong maju proses peruba­han. Rakyat Cina dan seluruh dunia sedang bergerak maju, atau akan bergerak maju ke dalam proses tersebut. Dan dunia obyektif yang harus dirubah juga mengikut-sertakan setiap pendukung pruba­han, yang, dengan tujuan untuk merubah, harus mengalami tahapan yang memaksa mereka sebelum mereka mampu memamsuki tahapan sukar­ela, perubahan yang sadar. Masa dari komunisme dunia akan terca­pai pada saat seluruh umat manusia secara sukarela dan sadar merubah dunia dan dirinya sendiri.

Temukan kebenaran melalui praktek, dan uji serta kembangkan kebenaran melalui praktek juga. Dimulai dari pengetahuan perseptu­al dan secara aktif mengembangkannya menjadi pengetahuan rasion­al; kemudian berawal dari pengetahuan rasional dan secara aktif membimbing praktek revolusioner untuk merubah baik itu dunia obyektif maupun dunia subyektif. Praktek, pengetahuan, kemudian praktek serta pengetahuan lagi. Bentuk seperti ini terus berulang dalam gerak melingkar yang tanpa akhir, dan dengan mana dalam setiap lingkaran tersebut isi praktek dan pengetahuan meningkat menuju tingkatan yang lebih tinggi. Begitulah seluruh keseluruhan teori pengetahuan dari kaum materialis-dialektis tentang kesatuan antar mengetahui dan melakukan sesuatu.

No comments: